RENGAT, Tribunriau-
Pemerintah Kabupaten Indragiri Hulu (Pemkab Inhu) hingga saat ini masih menganggarkan proyek yang bersumber dari dana aspirasi DPRD. Hal tersebut menjadi pertanyaan bagi LSM Gerakan Pemuda Anti Korupsi (GPAK).
Kepala Divisi Pembangungan LSM GPAK, Bujang mempertanyakan hal tersebut karena dinilai aturan dana aspirasi tidak lagi memiliki dasar hukum sejak dikeluarkannya peraturan pemerintah (PP) Nomor 37 Tahun 2006.
"Mengapa Pemerintah Kabupaten Indragiri Hulu sampai saat ini masihtetap menganggarkan proyek dana Aspirasi?," ujar Bujang saat ditemui Tribunriau.com beberapa hari yang lalu.
Dijelaskannya, dana aspirasi atau paket aspirasi untuk anggota DPRD Inhu diduga masuk kategori gratifikasi, siap ataupun pungutan liar (pungli) yang merupakan bagian dari persengkongkolan (KKN) antara legislatif dan eksekutif.
"Sangat jelas, dalam dokumen berbunyi 'Telah dibahas dan disepakati bersama oleh TAPD'," jelas Bujang.
Ditambahkan Bujang, adanya dugaan fee ataupun pungli dari proyek yang ditetapkan sebesar 10 persen hingga 30 persen dari pagu anggaran.
"Perlu diingat, dana Aspirasi/proyek aspirasi DPRD juga dilarang. Pelarangan ini diatur dalam Undang – undang Nomor 22 tahun 2003 tentang Susduk MPR,DPR,DPD dan DPRD dan Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 2010 tentang Tatib DPRD dan PP no 24 tahun 2004 tentang kedudukan protokoler dan keuangan DPRD. Apakah proyek aspirasi bertentangan dengan peraturan ini?", ujarnya.
Didalam keempat peraturan tersebut, tambah Bujang, tidak ada diatur mengenai dana aspirasi bagi anggota DPRD. Jadi, Pemkab Inhu yang tetap menganggarkan dana proyek aspirasi sampai saat ini tidak memiliki dasar hukum.
Parahnya lagi, semua proyek milik oknum dewan tidak dilelang, namun di-PL-kan (Pengerjaan langsung,red). Seharusnya sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Pasal 39 Ayat 4 bahwa PA/KPA dilarang menggunakan metode Pengadaan Langsung sebagai alas an untuk memecah paket Pengadaan menjadi beberapa paket dengan maksud untuk menghindari pelelangan.
Terakhir, Bujang mengatakan bahwa pihaknya akan melaporkan kasus dugaan pungli ini ke Presiden dan KPK, “Karena dugaan pungli ini akan masuk ke dalam pasal gratifikasi UU Tipikor, terutama pihak terkait di Dinas PU dan 40 orang oknum dewan agar ditindak sesuai pasal gratifikasi,” tutupnya.
Untuk diketahui, diduga Proyek dewan tersebut di PU tiap anggotanya rata-rata Rp2 milyar satu SKPD.
Seperti di Dinas Pekerjaan Umum (PU): Ketua DPRD Inhu, Miswanto Rp2 M, Suroko Rp1,7 milyar, 1 milyar, Suradi 1,4 milyar, Efendi Rp1,3 milyar, Ahmad Arif Ramli Rp350 juta, Wisma Happy Rp200 juta, Sumini Rp1,8 milyar, Raja Darlan Rp1,5 milyar, Halason Sinaga Rp1,650 milyar, Raja Irwantoni Rp1,1 milyar, Raja Ferry Handayani Rp1,2 milyar, Heber Demerius Lubis Rp500 juta, Suhariyanto Rp1,250 milyar, Sugeng Riono Rp795 juta, Manahara Napitupulu Rp1,4 milyar, Hayati Rp1,3 milyar, Adila Ansoei Rp2,2 milyar, Raja Andi Hakim Rp1,5 milyar, Encik Afrizal Rp1,650 milyar, Hamdani Rp600 juta, Mardius Rp550 juta, Marlius Rp2,1 milyar, Dono Rinaldi Rp1,2 milyar, Suharto Rp1,2 milyar, E.Junianto Rp800 juta, Mariadi Rp700 juta, Deari Zamora Rp2,2 milyar, Suroto Rp1,8 milyar, Nursyamsiah Rp1,855 milyar, Jefriadi Rp1,5 milyar, Suryan Rp2,195 milyar, Nopriadi Rp1,695 milyar, Rizal Zamzami Rp1,225 milyar, Wiwiek Hartati Rp1,8 milyar, Heri Nafolion Rp1,8 milyar, Edi Supirman Rp1,350 milyar, Heri Sukandi Rp1 milyar, Sigianto Rp1,4 milyar, Subadhil Anwae Rp2 milyar, dan terakhir diperuntukan untuk Fraksi PDI-P Rp1 milyar.
Kontributor: Harmaein
Tags:
Hukrim